Kamis, 11 Desember 2014

Sejarah Koes plus

“Tak ada bayangan bakal jadi orang top, Cuma mula-mula, ketika Ton remaja, kepengen punya gitar…” (Djon Koeswoyo)
Tony serius belajar musik, dia bisa bermain gitar, ukulele, piano, dan suling. Dia juga selalu mengikuti kegiatan yang ada musiknya. Kegiatan mahasiswa atau apapun, dia selalu ikuti. Yang jelas: ada musiknya. Tony kemudian mengajarkan adik-adiknya, Yon dan Yok, bermain musik. Nomo yang baru pulang berkelana, juga ikut-ikutan.
Tahun 1960, Koes Brothers terbentuk. Mereka latihan tiap hari. Peralatan musik dibeli dari Tuban, Jawa Timur; amplifier-nya memakai merek Robin dari Jakarta. Rumah mereka di jalan Melawai III, No. 14, Blok C , Kebayoran baru, Jakarta Selatan pun berubah ramai setiap sore karena orang-orang berkumpul mendengar hentakan musik. Hal ini dikeluhkan ayah mereka, Koeswoyo, dengan alasan musik itu tidak bisa bikin orang sejahtera, tapi tidak dipedulikan oleh Tony dan saudara-saudaranya yang lain. Mereka terus saja bermain musik.
Koes Brothers latihan dengan menyanyikan lagu-lagu barat yang sedang hits dari Everly Brothers, Harry Belafonte, Kalin Twin, dan lainnya. Menyanyikan lagu Indonesia dianggap memalukan. Mereka kemudian mengasah diri dengan mengamen di jalanan atau menjadi penghibur di acara ulang tahun dan sunatan. Bayaran tidak penting, yang jelas bisa belajar tampil di depan umum dan makan-minum gratis.
Koes Brothers tidak pernah berkompetisi di festival band. Mereka belum berani bersaing dengan band-band yang memiliki peralatan yang lebih baik. Salah satunya Teenager’s Voice yang memiliki vokalis tampan: Sophan Sophiaan.
Tahun 1962, muncul ide di benak Tony agar Koes Brothers masuk dapur rekaman. Syaratnya: Koes Brothers harus menciptakan dan menyanyikan lagu-lagu sendiri. Tahun 1960-an memang banyak penyanyi yang terkenal tapi hanya dengan menyanyikan lagu orang lain, Koes Brothers ingin menantang kebiasaan itu.
Tony kemudian konsentrasi menciptakan lagu. Dalam waktu satu minggu, dia berhasil menciptakan dua lagu: Weni dan Terpesona. Djon merekamnya dengan alat perekam Grundig yang pitanya sebesar piring. Hasil rekaman dikirim bersama surat permohonan ke PT Irama, perusahaan rekaman terkenal saat itu.
Hasil rekaman diterima Jack lesmana dan Suyoso, bos PT Irama. Mereka kemudian tertarik dan memberi syarat, “Kalau you bisa menciptakan lagu dalam waktu dua minggu ini, saya akan memberikan kesempatan kepada you untuk rekaman.” Dua minggu kemudian, Koes Brothers datang dengan membawa lagu-lagu mereka.
Malam harinya, mereka langsung rekaman. Nama Koes Brothers diganti menjadi Koes Bersaudara. Personilnya: Djon (bass), Tony (melodi/piano), Yon (vokal), Yok (Rythim/vokal), Jan (gitar), Nomo dan Iskandar (drum). Nomo dibantu Iskandar karena belum terlalu mahir bermain drum. Jan dan Iskandar adalah tetangga mereka.
Rekaman beberapa kali harus diulang karena terganggu suara kereta api. Bahkan, setelah rekaman jadi, suara bass Djon didiskualifikasi. Suaranya kemudian diganti dengan suara bass mainan Yok melalui proses dubbing. Dalam satu hari, mereka hanya berhasil merekam satu lagu.
Tahun 1963, album rekaman pertama Koes Bersaudara keluar. Diisi 12 lagu, di antaranya: Weni, Terpesona, Bis Sekolah, Senja, dan Telaga Sunyi. Lagu-lagu mereka beredar luas ke telinga pendengar melalui Radio Republik Indonesia (RRI) dan radio Angkatan Udara.

Meski sudah memiliki rekaman, kesejahteraan Koes Bersaudara ‘tak berubah. Honor mereka amat kecil. Lagu-lagu mereka yang hits ‘tak memberikan pengaruh apa-apa. Mereka pun tetap ngamen sana-sini dan menghibur di acara kawinan dan sunatan. Djon, yang paling tua, memilih keluar dan memborong keluarganya ke Tuban, di sana dia bekerja menjadi nelayan. Jan, sang gitaris, memilih untuk melanjutkan sekolah desain interior di Akademi Seni Rupa Jogjakarta.
Tahun 1964, Pemerintah Soekarno mengeluarkan kebijakan untuk melarang perkembangan budaya barat. Salah satunya perkembangan musik rock n’roll, musik yang dalam bahasa Presiden Soekarno disebut ngak-ngik-ngok. Budaya barat dianggap bisa merusak pemuda timur dan menghilangkan budaya nasional.
Kebijakan tersebut beberapa kali dilanggar oleh Koes Bersaudara. Mereka tetap saja manggung sana-sini meskipun beberapa kali dilarang. Akhirnya, pada Selasa, 19 Juni 1965, Toni, Yon, Yok, dan Nomo ditangkap oleh pemerintah setelah terlebih dahulu diinterogasi oleh Kejaksaan. Lagu-lagu mereka juga dilarang beredar. Para penggemar hanya bisa mendengar lagu-lagu mereka melalui radio Singapura dan Malaysia.
Pada 30 September 1965, Koes Bersaudara dibebaskan dari penjara. Meskipun bebas, mereka tetap dilarang manggung dan harus melalui wajib lapor. Peralatan musik mereka juga disita, sehingga mereka tidak bisa latihan dan manggung. Beberapa bulan Koes Bersaudara vakum.
Keajaiban datang pada 1966, Koes Bersaudara disimbolkan sebagai lambang kebebasan atas kesewenangan pemerintah orde lama. Mereka sesekali diundang untuk tampil di acara yang diadakan mahasiswa maupun organisasi. Bahkan pada Agustus 1966, Koes Bersaudara melakukan tur di Jawa dan Bali. Uang hasil tur tersebut kemudian dibelikan rumah seluas 500 meter persegi di jalan Sungai Pawan 21, Blok C, Kebayoran.
Pada 1967, Koes Bersaudara mengeluarkan dua album di piringan hitam: Jadikan Aku Dombamu dan To Tell So Called The Guilties, masing-masing berisi 12 lagu.
Pada 1969, Nomo memilih keluar dan bekerja menjadi pengusaha untuk biaya hidup setelah menikah. Sebagai pengganti Nomo, masuklah Murry. Koes Bersaudara pun berubah nama menjadi Koes Plus.

0 komentar:

Posting Komentar